Potensi Indonesia Jadi Pemain Utama Aluminium Dunia, Produksi Alumina Capai 2 Juta Ton per Tahun

Potensi Indonesia Jadi Pemain Utama Aluminium Dunia, Produksi Alumina Capai 2 Juta Ton per Tahun

 

Dilansir melalui Kontan yang diterbitkan pada (3/9/2025). Peluang Indonesia untuk menjadi salah satu negara terdepan dalam industri aluminium dunia semakin terbuka lebar. Hal ini didukung oleh kekayaan sumber daya alam, khususnya mineral bauksit, di mana Indonesia tercatat memiliki cadangan bauksit terbesar keempat di dunia.

Mengacu pada data dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), total sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 7.475.842.602 ton (7,48 miliar ton) dalam bentuk bijih, dengan jumlah cadangan sebesar 2.777.981.035 ton (2,77 miliar ton). Dengan jumlah tersebut, Indonesia berada di posisi keempat secara global setelah Guinea, Australia, dan Vietnam, serta menjadi negara dengan cadangan bauksit terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Bauksit merupakan bahan mineral utama dalam proses produksi aluminium. Material ini juga mengandung sejumlah pengotor seperti silika, oksida besi, dan titanium dioksida. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan pengelolaan dan pemrosesan bauksit sebagai salah satu prioritas nasional melalui strategi hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah memberlakukan larangan ekspor bijih bauksit yang efektif mulai 10 Juni 2023, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Kebijakan hilirisasi ini diteruskan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, yang dipimpin oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.

Hilirisasi bauksit di Indonesia mencakup serangkaian proses mulai dari penambangan bijih bauksit, pemurnian menjadi aluminium oksida murni atau alumina di smelter, hingga tahap peleburan untuk menghasilkan logam aluminium.

Untuk mendukung hilirisasi, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang merupakan bagian dari holding BUMN pertambangan MIND ID, telah menyelesaikan pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase 1 di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter ini rampung pada kuartal keempat tahun 2024 dan mulai berproduksi penuh pada kuartal pertama tahun 2025, dengan nilai investasi sebesar US$ 900 juta atau sekitar Rp 13,96 triliun.

Melalui kerja sama patungan antara Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang membentuk PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI), fasilitas ini memiliki kapasitas produksi alumina sebesar 1 juta ton per tahun dengan kebutuhan bahan baku sekitar 3,3 juta ton bauksit per tahun.

Inalum juga sedang mengembangkan SGAR 2 yang dirancang memiliki kapasitas serupa, yaitu 1 juta ton per tahun, dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2028.

“Dengan tambahan ini, total kapasitas alumina INALUM akan mencapai 2 juta ton per tahun,” ungkap Direktur Pengembangan usaha INALUM, Arief Haendra kepada Kontan, Rabu (03/09/2025), dikutip dari Kontan.

Selain memproduksi alumina, Inalum juga telah memiliki fasilitas peleburan aluminium atau smelter aluminium di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Smelter ini memiliki kapasitas produksi sebesar 275 ribu ton per tahun dan ditargetkan meningkat menjadi 300.000 ton pada tahun 2026.

Inalum juga menargetkan peningkatan kapasitas produksi aluminium melalui pembangunan smelter aluminium baru yang berlokasi dekat dengan tambang bauksit di Mempawah.

“New Aluminium Smelter 2 berkapasitas 600 ribu ton. Dengan tambahan ini, total kapasitas aluminium INALUM akan mencapai 900 ribu ton per tahun,” ungkap Arief.

Head of Corporate Communications INALUM, Utrich Farzah menjelaskan bahwa pemilihan lokasi smelter aluminium kedua tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku dan pasokan listrik.

“Kita harus membangunnya di Mempawah, karena di situlah ada bahan bakunya, dan agar listriknya juga bisa terpenuhi,” ungkap Farzah.

Dampak Hilirisasi Bauksit Terhadap Daerah dan Negara

Keberadaan tambang bauksit, dua smelter alumina, serta rencana pembangunan smelter aluminium Inalum di Mempawah telah memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Mempawah meningkat dari 4,7% pada tahun 2022 menjadi 6,62% di tahun 2024. Jumlah penduduk miskin juga turun dari 5,32% menjadi 4,83%, dan tingkat pengangguran menurun dari 7,48% ke 6,78%.

Peningkatan ini mencerminkan adanya penyerapan tenaga kerja lokal serta tumbuhnya kegiatan usaha di sekitar kawasan proyek. Kontribusi fiskal daerah juga meningkat signifikan, dengan realisasi pajak naik dari Rp36,97 miliar pada 2022 menjadi Rp70,66 miliar pada 2024.

“Secara keseluruhan, pembangunan SGAR bukan hanya menghadirkan nilai tambah industri alumina di dalam negeri, tetapi juga menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta memperkuat kemandirian fiskal daerah,” ungkap Arief.

Dalam catatan Kontan sebelumnya, Direktur INALUM, Melati Sarnita, menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2024, INALUM telah menyetorkan pajak dan kewajiban nonpajak sebesar US$70,9 juta atau sekitar Rp 1,15 triliun kepada negara.

Selain itu, Inalum juga merealisasikan program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) senilai Rp28,09 miliar dengan capaian Social Return on Investment (SROI) sebesar 1:8. Program-program ini meliputi sektor sosial, ekonomi, dan lingkungan di wilayah operasional perusahaan.

“Dengan dukungan pemegang saham dan seluruh pemangku kepentingan, INALUM optimistis menjadi penggerak utama industri aluminium nasional yang tangguh, berkelanjutan, dan berdayasaing global,” kata Melati dalam keterangan resmi, Selasa (17/06).

INALUM Produksi Aluminium Hijau Pertama di Indonesia

INALUM mencatatkan diri sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang menghasilkan aluminium hijau (green aluminium) melalui smelter aluminium di Kuala Tanjung, Sumatera Utara. Label ini diperoleh karena penggunaan sumber listrik dari energi terbarukan, yakni dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Farzah menjelaskan bahwa kebutuhan listrik INALUM selama ini disuplai oleh dua PLTA, yaitu PLTA Sigura-gura dan PLTA Tangga, yang telah beroperasi sejak tahun 1982.

“PLTA ini memanfaatkan aliran air Sungai Asahan yang berasal dari Danau Toba, menghasilkan listrik dengan kapasitas gabungan maksimum terpasang sebesar 603 MW,” kata dia.

Listrik dari kedua PLTA tersebut disalurkan melalui jaringan transmisi 275 kV sepanjang 120 km, terdiri dari 271 tower, yang menghubungkan Paritohan (Toba Samosir) dengan smelter aluminium INALUM di Kuala Tanjung (Batu Bara).

“Jaringan ini memasok listrik untuk kelangsungan produksi di pabrik peleburan aluminium Inalum,” tambahnya.

Untuk mendukung target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, smelter INALUM juga telah dilengkapi dengan sistem pengelolaan gas buang untuk menekan emisi dari proses produksi.

“Sistem pembersihan gas buang, seperti gas Hidrogen Fluorida, Sox, NOx, dan partikulat dari pabrik pemanggang Anoda,” ungkap Farzah.

INALUM juga telah menggantikan penggunaan Bio Solar dan LPG dengan bahan bakar gas alam cair (LNG) dalam operasionalnya.

“Program inovasi ini didasarkan dari kajian Penilaian Siklus Hidup (LCA) yang dilakukan oleh pihak independen yang bertujuan mengurangi dampak Global Warming Potential (Pemanasan Global) dari emisi yang dihasilkan,” jelasnya.

Sejauh ini, INALUM juga telah menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan dan produksi bersih sesuai standar ASI, ISO, PROPER, dan ESG global. Hal ini mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca, efisiensi energi, penerapan prinsip 3R terutama reduce limbah, serta pengendalian limbah akhir yang lebih baik dari standar yang berlaku.

MIND ID Konsisten Dorong Hilirisasi Aluminium Nasional

Dukungan terhadap hilirisasi bauksit dan produksi aluminium hijau juga datang dari MIND ID sebagai induk perusahaan. Corporate Secretary MIND ID, Pria Utama, menyatakan bahwa perusahaan terus berkomitmen menjalankan mandat hilirisasi sebagai strategi utama.

“Hilirisasi adalah mandat yang menjadi pedoman dalam setiap inisiatif strategis MIND ID. Bersama seluruh Anggota, kami berkomitmen memastikan bahwa setiap program hilirisasi memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

MIND ID menekankan pentingnya peningkatan nilai tambah bauksit menjadi aluminium karena rantai nilai tersebut memberikan dampak ekonomi besar. Sebagai contoh, 1 ton bauksit yang memiliki nilai sekitar US$40 dapat meningkat menjadi US$575 setelah diolah menjadi alumina, dan melonjak hingga US$2.700 per ton jika telah berbentuk aluminium.

“Dengan memperkuat rantai pasok aluminium ini, kami percaya dampaknya akan signifikan. Tidak hanya bagi ekonomi nasional, tetapi juga bagi daerah-daerah yang akan menikmati pertumbuhan yang lebih merata dan berkeadilan,” tutupnya.

Dengan kekayaan cadangan bauksit, pembangunan smelter alumina dan aluminium, dukungan hilirisasi yang konsisten, serta komitmen terhadap produksi aluminium hijau, Indonesia melalui INALUM memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam industri aluminium nasional dan global, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan keberlanjutan lingkungan.

 

Penulis: Ispanji Surya Dewantoro

Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/potensi-indonesia-jadi-raja-aluminium-dunia-mampu-produksi-2-juta-ton-alumina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *