Perusahaan China Mulai Lakukan Investasi di Hilirisasi Bauksit dan Smelter Aluminium Indonesia

Perusahaan China Mulai Lakukan Investasi di Hilirisasi Bauksit dan Smelter Aluminium Indonesia

 

Dilansir melalui Ekonomi Bisnis pada (11/07/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa sejumlah perusahaan asal China mulai menunjukkan minat terhadap industri aluminium nasional. Perkembangan ini dinilai dapat mendorong kembali proses hilirisasi bauksit yang sebelumnya mengalami stagnasi.

Dengan cadangan bauksit yang melimpah dan prospek pasar yang terus berkembang, komoditas ini dianggap memiliki peranan penting dalam mendorong peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Bauksit sendiri merupakan bahan utama dalam pembuatan alumina, yang menjadi bahan baku aluminium.

Sekretaris Ditjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita Susilawati, mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan dari China telah menanamkan investasi di sektor hilirisasi bauksit. Di antaranya adalah Shandong Nanshan Aluminum yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang, Pulau Bintan, serta China Hongqiao Group melalui PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW) yang berlokasi di Kalimantan Barat.

“Beberapa di antaranya juga merencanakan ekspansi ke smelter aluminium,” kata Siti kepada Bisnis, Kamis (10/7/2025), dikutip dari Ekonomi Bisnis.

Indonesia saat ini sedang berupaya mempercepat hilirisasi bauksit yang masih terkendala oleh pendanaan. Siti menjelaskan bahwa saat ini proses hilirisasi sedang berada dalam masa transisi.

Ia menambahkan, sejak diberlakukannya pelarangan ekspor bauksit mentah pada tahun 2023, produksi mengalami penurunan, dan sejumlah proyek smelter masih dalam tahap pembangunan.

“Tantangannya adalah percepatan realisasi investasi serta kesiapan infrastruktur pendukung,” imbuh Siti.

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, total cadangan bauksit nasional mencapai sekitar 7,4 miliar ton, dengan 2,7 miliar ton di antaranya telah masuk kategori siap untuk dieksploitasi. Potensi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan cadangan bauksit terbesar di dunia.

Produksi bijih bauksit sempat mencapai angka 31,8 juta ton pada tahun 2022. Namun, setelah kebijakan larangan ekspor diterapkan, produksi menurun menjadi 19 juta ton pada tahun 2023.

Siti menyampaikan keyakinannya bahwa volume produksi akan kembali meningkat seiring dengan berjalannya proyek-proyek hilirisasi yang saat ini telah memasuki tahap akhir menuju operasional. Ia berharap agar para investor yang masuk tidak hanya membangun fasilitas pengolahan alumina saja, tetapi juga melanjutkan sampai pada tahap produksi akhir aluminium.

“Dengan demikian, diharapkan terbentuk ekosistem industri yang berkelanjutan dan mandiri sehingga nilai tambah di dalam negeri dapat meningkat signifikan,” tuturnya.

Kementerian ESDM kini tengah melakukan evaluasi terhadap pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2024–2026 dari perusahaan-perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) bauksit.

Proyeksi produksi nasional tahun ini diperkirakan berada di angka 14 juta ton, disesuaikan dengan kapasitas input fasilitas pemrosesan dan pemurnian (smelter) yang saat ini mencapai sekitar 13,88 juta ton per tahun.

Produksi tersebut berasal dari sekitar 15 hingga 16 perusahaan tambang bauksit yang sudah memiliki keterkaitan langsung dengan fasilitas smelter alumina. Hingga saat ini, terdapat empat smelter bauksit yang sudah beroperasi secara komersial, dengan total kapasitas input mencapai 13,88 juta ton per tahun, menghasilkan sekitar 4,3 juta ton smelter grade alumina (SGA).

Beberapa smelter yang sudah beroperasi tersebut meliputi PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (Ketapang), PT Indonesia Chemical Alumina (Tayan), dan PT Bintan Alumina Indonesia (Bintan).

Namun, kapasitas dalam negeri untuk mengolah alumina menjadi aluminium masih tergolong terbatas. Saat ini, hanya PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang beroperasi sebagai produsen aluminium nasional, dengan kapasitas input alumina sekitar 500.000 ton per tahun di Kuala Tanjung.

Siti juga menyatakan bahwa pengawasan terhadap pembangunan dan operasi smelter aluminium akan semakin diperkuat ke depannya.

Ia menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di bawah Kementerian ESDM memiliki wewenang dalam melakukan pengawasan serta penindakan terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi aspek teknis, lingkungan, dan tata kelola pertambangan yang baik.

“Kementerian ESDM akan terus berupaya memastikan bahwa investasi yang masuk benar-benar berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, dengan memperhatikan kepatuhan terhadap regulasi dan perlindungan terhadap masyarakat serta lingkungan,” ucap Siti.

Investasi sejumlah perusahaan China dalam hilirisasi bauksit dan rencana ekspansi ke smelter aluminium di Indonesia menjadi langkah strategis dalam mendorong percepatan hilirisasi, pemanfaatan cadangan bauksit nasional, peningkatan nilai tambah dalam negeri, serta penguatan pengawasan terhadap pembangunan dan operasional industri sesuai kebijakan Kementerian ESDM.

 

Penulis: Ispanji Surya Dewantoro

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20250711/44/1892227/sejumlah-perusahaan-china-mulai-lirik-industri-aluminium-ri

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *