Legalisasi Tambang Ilegal Dinilai Tak Relevan untuk Bauksit
Dilansir melalui Bloomberg Technoz pada (19/08/2025). Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) menilai bahwa rencana pemerintah untuk melegalkan tambang mineral dan batu bara (minerba) ilegal tidak relevan diterapkan pada sektor bauksit.
Ketua Umum ABI, Ronald Sulisyanto, menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ditemukan keberadaan tambang bauksit ilegal. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya biaya investasi yang diperlukan dalam sektor pertambangan bauksit.
Secara umum, pemerintah menetapkan batasan luas Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebesar 10 hektare untuk koperasi dan 5 hektare untuk perseorangan. Namun, Ronald menyebut bahwa pembatasan tersebut tidak bisa diterapkan pada tambang bauksit karena sifat bauksit yang berbeda dengan mineral lainnya.
Menurut Ronald, bauksit terbentuk di lapisan tanah dan mengikuti kontur permukaan, sehingga areal tambangnya cenderung melebar, bukan menurun ke dalam tanah.
“Bauksit itu kan mengikuti kontur. Jadi kalau di bauksit kayaknya enggak ada itu [izin pertambangan rakyat], kalau dibagi hanya 5 hektare dapat apa gitu,” kata Ronald ketika dihubungi, Selasa (19/8/2025), dikutip dari Bloomberg Technoz.
“Hampir enggak ada [tambang bauksit ilegal], saya bisa nyatakan enggak ada. Kenapa enggak ada? Karena juga investasinya mahal kan,” Ronald menegaskan.
Karena itu, Ronald menyampaikan bahwa rencana legalisasi tambang ilegal tidak akan berdampak terhadap sektor pertambangan bauksit.
Ronald juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa kebijakan tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi iklim pertambangan nasional. Ia menilai bahwa kebijakan itu dapat memicu pelaku usaha untuk tidak mengurus izin terlebih dahulu dan memilih beroperasi tanpa izin sebelum akhirnya dilegalkan.
Ia juga mengingatkan agar kebijakan ini tidak dimanfaatkan oleh kelompok besar apabila tidak ada pembatasan atau kriteria yang jelas terkait tambang ilegal yang dapat diberikan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Kita harus bisa membuat suasana kebatinan dalam melaksanakan kegiatan penambangan ini good mining practice gitu. Jadi semua itu berdasarkan aturan-aturan yang baku, aturan-aturan yang mempunyai kaidah yang mulia pada kemudian hari,” tegas dia.
Meski demikian, Ronald menyatakan bahwa ia tidak dalam posisi meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut. Ia menilai bahwa pemerintah telah melakukan kajian mendalam dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
“Kalau pemerintah menganggap itu sesuatu yang memang menjadi lebih baik, kenapa tidak? Namun, khusus di bauksit saya kira memang enggak cocok dan di bauksit enggak ada [tambang ilegal],” ucap Ronald.
Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa kementeriannya sedang mengidentifikasi sejumlah tambang ilegal yang dikerjakan oleh masyarakat.
Yuliot menjelaskan bahwa pemerintah tengah memberikan perhatian terhadap tambang ilegal tersebut dan ingin mendorong agar kegiatan tersebut bisa dilegalkan melalui skema IPR.
“Untuk tambang ilegal ini kita lihat apakah dia ini tambang rakyat punya perizinan enggak, ini kita tetapkan wilayah pertambangan rakyatnya [WPR], kemudian kita berikan legalitas,” kata Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Ia menerangkan bahwa pengelolaan WPR dalam bentuk koperasi dapat mencapai luasan 10 hektare, sementara untuk pertambangan rakyat atas nama perseorangan maksimal seluas 5 hektare.
Presiden Prabowo sebelumnya juga menyampaikan bahwa pemerintah akan memberi ruang bagi masyarakat untuk menambang secara legal melalui bentuk koperasi.
“Kalau rakyat yang nambang ya sudah kita bikin koperasi kita legalkan, tapi jangan alasan rakyat tahu-tahun nyelundup ratusan triliun,” kata Prabowo dalam pidato kenegaraan di hadapan Sidang Tahunan MPR 2025, Jumat (15/8/2025).
Di sisi lain, Prabowo menegaskan komitmennya untuk memberantas praktik pertambangan ilegal yang menurutnya telah merugikan negara hingga lebih dari Rp300 triliun, yang berasal dari sekitar 1.063 tambang ilegal.
Sebelumnya, Kementerian ESDM melaporkan bahwa per awal 2024 telah ditetapkan sebanyak 1.215 WPR dengan total luas wilayah mencapai 66.593,18 hektare. Namun, dari jumlah tersebut, IPR yang telah diterbitkan baru sebanyak 82 WPR dengan luas 62,31 hektare.
Sepanjang tahun 2023, Kementerian ESDM mencatat terdapat 128 laporan terkait kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI). Provinsi dengan jumlah laporan terbanyak adalah Sumatra Selatan sebanyak 26 laporan, disusul Riau dengan 24 laporan, dan Sumatra Utara sebanyak 11 laporan.
ABI menegaskan bahwa legalisasi tambang ilegal tidak relevan untuk sektor bauksit karena tidak ditemukannya tambang bauksit ilegal, karakteristik tambang yang berbeda, serta tingginya biaya investasi, sementara pemerintah tetap mendorong legalisasi tambang rakyat melalui skema IPR dan menegaskan komitmen memberantas tambang ilegal yang merugikan negara.
Penulis: Ispanji Surya Dewantoro
Sumber: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/81100/legalisasi-tambang-ilegal-dinilai-tak-bisa-diterapkan-ke-bauksit