Kementerian ESDM Tanggapi Rencana Investor China Masuk Industri Aluminium Indonesia
Dilansir melalui Kontan yang diterbitkan pada (15/07/2025). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan kesiapannya menerima masuknya investor dari China ke sektor hilirisasi bauksit dan aluminium di Indonesia. Meski demikian, ESDM menekankan bahwa kelanjutan proyek-proyek smelter yang hingga kini belum berjalan tetap bergantung pada kemampuan pendanaan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada laporan resmi yang masuk mengenai rencana investasi baru dari perusahaan China di sektor aluminium. Meskipun demikian, pemerintah tetap membuka peluang bagi investor yang serius dan memiliki kekuatan modal.
“Belum (ada laporan masuk). Ya silahkan. Nah dia masalahnya di pendanaan. Kalau misalnya dananya ada kan pasti jalan,” kata Tri saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senin (14/7), dikutip dari Kontan.
Tercatat saat ini ada enam proyek smelter bauksit yang belum selesai. Perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi kewajibannya sudah dikenakan sanksi administratif berupa denda. Jika denda tersebut dibayar, proyek bisa kembali dilanjutkan tanpa hambatan yang berarti.
“Mandek kan dia kena denda pembangunan smelter. As long as dia bayar ya sudah,” tambah Tri.
Dukungan Pelaku Industri
Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) menyambut baik rencana ekspansi industri aluminium oleh investor China. Ketua ABI, Ronald Sulistyanto, menilai masuknya investor asing dapat membantu mengatasi stagnasi proyek smelter bauksit di Indonesia.
“Kita menyambut dengan baik. Tapi pertanyaannya, siapa yang benar-benar serius? Karena yang benar-benar melakukan aksi nyata masih sangat terbatas,” kata Ronald kepada Kontan, Selasa (15/7).
Ronald menjelaskan, menurut perhitungan ABI, jika terdapat 6 hingga 7 smelter beroperasi dengan kapasitas masing-masing 2 juta ton alumina per tahun, maka akan dibutuhkan sekitar 40 juta ton bijih bauksit sebagai bahan baku. Kebutuhan ini bisa dipenuhi oleh sekitar 40 dari total 70 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif saat ini.
“Kalau investor asing serius, pasti bisa diserap. Ini peluang bagus untuk menyalurkan bauksit domestik yang selama ini tidak bisa diekspor,” katanya.
Perlu Keterlibatan Mitra Lokal
Ketua umum ABI juga menegaskan pentingnya kerja sama antara investor asing dan mitra lokal. Ronald menekankan bahwa keterlibatan pihak domestik dalam proyek Penanaman Modal Asing (PMA) sangat penting, baik untuk memenuhi regulasi maupun untuk menjaga kelancaran pasokan bahan baku.
“Kalau enggak ada mitra lokal, ya repot. Tetap harus ada keterlibatan domestik dalam kepemilikan maupun operasionalnya,” tegas Ronald.
Ketidakpastian Regulasi Jadi Tantangan
Ketua umum ABI turut menyoroti bahwa ketidakpastian dalam kebijakan pemerintah turut memperlambat perkembangan industri smelter bauksit. Salah satunya adalah perubahan kebijakan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari sistem tiga tahunan menjadi tahunan.
“Baru mau jalan yang tiga tahun, udah diubah lagi. Pengusaha jadi goyah. Harus punya tiga jantung,” ujar Ronald.
Ronald menjelaskan bahwa kontraktor tambang umumnya menggunakan pendanaan dari bank dan memerlukan kepastian operasional jangka menengah. Ketika kebijakan berubah secara tiba-tiba, maka akses terhadap pendanaan menjadi terhambat.
“Yang pasti di sini itu justru ketidakpastian,” tandasnya.
Harga Pasar Tidak Sejalan dengan HPM
Ronald juga menyoroti ketidaksesuaian antara Harga Patokan Mineral (HPM) yang ditetapkan pemerintah dengan harga transaksi aktual di pasar. Meskipun HPM dijadikan acuan, transaksi jual beli bauksit di lapangan masih terjadi di bawah harga tersebut. Namun, pengusaha tetap dikenakan royalti berdasarkan HPM.
“Pemerintah enggak rugi, tapi pengusaha dirugikan. Kalau harga pasar di bawah HPM, seharusnya ada mekanisme koreksi. Kalau tidak, smelter jalan, tapi tambang bisa mati,” ujarnya.
Ronald mendorong agar ada sanksi bagi pembeli yang menawar di bawah HPM, serta kepastian hukum bagi para penambang agar mereka bisa berinvestasi dalam praktik pertambangan yang baik.
Ketua umum ABI berharap agar rencana masuknya investor China benar-benar terwujud dan mampu menciptakan proyek hilirisasi yang menyerap bauksit dalam negeri serta meningkatkan kapasitas produksi alumina nasional.
“Kalau tambang bisa hidup kembali, ekonomi daerah ikut bergerak. Kita butuh investasi yang betul-betul jalan, bukan sekadar wacana,” tegas Ronald.
Sebelumnya, Bloomberg melaporkan bahwa sejumlah konglomerat besar China seperti Tsingshan Holding Group, China Hongqiao Group, dan Shandong Nanshan Aluminium sedang mengalokasikan dana besar untuk pembangunan fasilitas pemurnian aluminium di Indonesia. Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan kapasitas produksi aluminium Indonesia berpotensi meningkat lima kali lipat pada akhir dekade ini, sehingga bisa menyaingi dominasi China di pasar global.
Masuknya investor China ke industri aluminium Indonesia mendapat sambutan terbuka dari Kementerian ESDM dan pelaku industri, dengan catatan kesiapan pendanaan, keterlibatan mitra lokal, serta perlunya kepastian regulasi dan harga yang adil agar proyek smelter dapat berjalan dan mendukung pengembangan hilirisasi bauksit nasional.
Penulis: Ispanji Surya Dewantoro
Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/kementerian-esdm-buka-suara-soal-investor-china-lirik-industri-aluminium-ri