Penolakan tawaran pemerintah yang mengajak perguruan tinggi menjalankan usaha tambang berhasil. Marwah perguruan tinggi dinilai terjaga.
Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (18/2/2025), batal meloloskan usulan pemerintah mengizinkan perguruan tinggi mengelola tambang. Lepasnya perguruan tinggi dari ”godaan” mengelola tambang seperti yang diberikan kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan dan pelaku usaha kecil itu diapresiasi.
Justru UU Minerba mengamanatkan BUMN, BUMD, atau swasta pengelola tambang yang akan ditunjuk pemerintah untuk memberikan perhatian kepada perguruan tinggi di daerah atau yang membutuhkan. Perhatian itu dapat berupa izin perguruan tinggi untuk mengadakan riset, melakukan praktik kerja, atau mendapatkan beasiswa bagi mahasiswa yang membutuhan.
Ini langkah yang tepat dan bagus untuk kampus tidak mengelola tambang. Jadi, kampus harus fokus mengembangkan riset dan pembelajaran untuk menghasilkan inovasi dan invensi yang menjadi ciri khas kampus. Kita perlu mengapresiasi keputusan pemerintah dan DPR,” kata Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul Wicaksana, dihubungi dari Jakarta, Kamis (20/2/2025).
Ketika wacana pemberian wilayah izin usaha tambang (WIUP) untuk perguruan tinggi mengemuka, kecaman keras bermunculan. KIKA sebagai salah satu organisasi yang menyuarakan integritas dan kebebasan akademik di perguruan tinggi tegas menolak.
Kampus tidak didesain untuk mengelola tambang. Kampus memiliki peran dalam pengembangan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
KIKA menilai, rencana memberi kampus prioritas untuk mendapat WIUP sesat pikir dan merupakan jebakan untuk membuat institusi perguruan tinggi yang semestinya kritis jadi tak ”berisik” terhadap rezim baru. ”Kampus tidak didesain untuk mengelola tambang. Kampus memiliki peran dalam pengembangan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat,” kata Satria.
Satria menuturkan, kampus seharusnya kian fokus mengembangakan pendidikan, riset, dan penemuan yang dapat dihilirisasi demi menjaga integritas. ”Jika nanti kampus, katanya, mendapat manfaat beasiswa atau bentuk lain dari pengusaha tambang, ini bisa saja asal kampus bukan pemain utama,” ujarnya.
Menurut dia, usaha tambang berisiko tinggi. Risiko dimaksud bukan hanya terhadap keuangan kampus, melainkan soal kepercayaan publik pada peran perguruan tinggi serta kritik sosial yang obyektif berbasis ilmiah.
Menjauhi tambang
Dalam sejumlah kesempatan, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, pendanaan dari tambang untuk perguruan tinggi banyak dipertanyakan negara lain, terutama di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa. Sebab, aktivitas tambang tidak berkelanjutan secara lingkungan ataupun ekonomi. Perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Eropa pun hanya diberi kewenangan menciptakan inovasi dan pelatihan keahlian, bukan mengurus tambang.
”Dana abadi kampus di Amerika Serikat dan Eropa bahkan menjauhi tambang karena berisiko bagi lingkungan dan secara moral dipertanyakan,” katanya.
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Mukri Friatna mengatakan, perguruan tinggi harus menjaga marwahnya sebagai lembaga pendidikan yang mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan global. ”Bukan mengurus tambang,” ujarnya.
Pendiri Indonesian Climate Justice Literacy, Firdaus Cahyadi, menambahkan, alasan membagi konsesi tambang kepada perguruan tinggi untuk membantu pendanaan kampus sangat tidak masuk akal sehat. Pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi merupakan salah satu cara untuk meredam kesadaran masyarakat yang mulai meningkat tentang lingkungan hidup. Perguruan tinggi yang menerima konsesi tambang berpotensi memproduksi wacana yang seolah-olah ilmiah untuk membenarkan atau menormalisasi kerusakan alam dan sosial akibat tambang.
”Elite politik yang memberikan konsesi tambang untuk ormas agama dan perguruan tinggi seperti menugaskan kedua institusi yang menjadi simbol moral dan pengetahuan itu untuk membodohi masyarakat soal daya rusak tambang,” kata Mukri.
Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan, UU Minerba tidak mengatur pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi. Namun, perusahaan tambang nantinya diminta untuk memperhatikan perguruan tinggi dan bisa bekerja sama dengan mereka.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan, perusahaan tambang di daerah bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi setempat. Salah satunya lewat kerja sama riset.
Penulis: Ester Lince Napitupulu
Editor: Adhitya Ramadhan
Sumber: https://www.kompas.id/artikel/kelegaan-saat-godaan-ijin-tambang-bagi-perguruan-tinggi-batal?open_from=Search_Result_Page