Kebijakan Tarif AS: Memisahkan Pasar Aluminium Tiongkok dan Inggris di Amerika
Dilansir melalui Alcircle yang diterbitkan pada (18/08/2025). Ketika harga aluminium turun di bursa Shanghai dan London minggu ini, hal itu bukan hanya fluktuasi pasar biasa, melainkan bagian dari perkembangan perdagangan yang telah berlangsung lebih dari tujuh tahun. Awalnya bermula dengan tarif sederhana pada 2018, kebijakan ini kini telah menjadi tembok proteksionis yang mengubah cara dua pemain aluminium terbesar dunia, Tiongkok dan Inggris, menjual ke pasar Amerika.
Pada 18 Agustus, tarif AS diperluas dengan kenaikan tajam sebesar 50 persen untuk lebih banyak produk aluminium, bertepatan dengan laporan peningkatan produksi pabrik peleburan Tiongkok. Akibatnya, kontrak aluminium Shanghai turun 0,82 persen ke level terendah dalam dua minggu, sementara harga di London turun 0,4 persen. Bagi para produsen, ini mengingatkan bahwa tarif dan kelebihan pasokan sering berkonflik pada waktu yang tidak menguntungkan.
Dari tahun 2018 hingga 2025: kenaikan hingga 50%
Gejolak pasar aluminium berawal pada 8 Maret 2018, ketika Washington menetapkan tarif 10 persen atas impor aluminium berdasarkan Pasal 232 dengan alasan keamanan nasional. Saat itu, negara-negara sekutu seperti Kanada, Meksiko, Uni Eropa, dan Australia diberikan pengecualian atau kuota. Kebijakan ini semakin diperketat, dan pada 10 Februari 2025, tarif dinaikkan menjadi 25 persen tanpa pengecualian.
Pada 4 Juni 2025, tarif dinaikkan dua kali lipat menjadi 50 persen untuk sebagian besar negara, kecuali Inggris yang tetap dikenakan tarif 25 persen berkat Kesepakatan Kemakmuran Ekonomi dengan AS. Ini menciptakan kesenjangan tajam antara produsen Tiongkok dan Inggris dalam akses pasar AS.
Titik balik terjadi pada Mei 2025, ketika Washington dan London menyepakati pakta perdagangan yang menghapus bea masuk 25 persen atas impor aluminium Inggris. AS menetapkan 9 Juli 2025 sebagai batas waktu penyelesaian, namun perjanjian ini selesai lebih cepat.
Tiongkok: ditutup dan dialihkan ke tempat lain
Tarif tinggi sangat merugikan ekspor aluminium Tiongkok ke AS. Pada 2024, Tiongkok mengirimkan 534.016 ton produk aluminium jadi ke AS, sekitar 16,3 persen dari total ekspornya, serta 252.870 ton produk setengah jadi. Produk Tiongkok menyumbang 27,4 persen dari nilai impor aluminium AS. Namun, AS sulit menggantikan pasokan dari Tiongkok.
Setelah tarif 50 persen berlaku pada Juni 2025, produsen Tiongkok mengalihkan ekspor ke Asia dan Eropa, meningkatkan persaingan di wilayah tersebut. Mereka juga mendorong konsumsi domestik dan mempercepat perizinan ekspor untuk mengatasi hambatan. Premi aluminium di AS melonjak mencapai rekor 54 sen per pon di atas harga pasar LME, membuat peleburan logam lebih memilih logam bekas yang lebih murah.
Inggris: lolos dari maut
Kisah Inggris berbeda. Aluminium bukan ekspor utama Inggris, tetapi tetap penting: pada 2024, Inggris mengekspor sekitar 7.100 ton produk aluminium ke AS, hanya 3 persen dari total ekspornya, namun bernilai cukup besar dari total ekspor aluminium Inggris senilai $3,61 miliar.
AS merupakan salah satu pasar utama Inggris, membeli sekitar 10 persen ekspor aluminium Inggris, senilai sekitar £225 juta pada 2024. Dalam konteks perdagangan yang lebih luas, total perdagangan AS-Inggris mencapai £322,1 miliar dalam 12 bulan hingga kuartal pertama 2025, dengan ekspor Inggris naik 5,4 persen year-on-year menjadi £200,8 miliar.
Karena itu, kesepakatan dagang Mei 2025 sangat penting. Penghapusan tarif 25 persen memberikan dorongan bagi produsen Inggris, meski tantangan masih ada. Kelompok industri memperingatkan adanya “kebocoran skrap” yang mengganggu arus daur ulang, sementara beberapa produsen Inggris dan Eropa memilih berinvestasi langsung di fasilitas AS untuk menghindari tarif.
Pasar yang terbagi
Saat ini, perdagangan aluminium terbagi menjadi dua bagian. Shanghai menghadapi kelebihan pasokan dan akses ke pasar AS yang tertutup, sehingga produsen mencari pembeli alternatif di Asia dan Eropa. Sementara itu, London menikmati akses yang lebih menguntungkan ke pasar Amerika, berkat batas tarif 25 persen yang kemudian dihapuskan. Kebijakan tarif AS dari 10 persen pada 2018 hingga 50 persen pada 2025 telah memberikan dampak besar pada pergeseran arus perdagangan, harga, dan struktur aliansi di pasar aluminium global.
Kebijakan tarif AS yang meningkat dari 10 persen menjadi 50 persen selama 2018 hingga 2025 telah secara signifikan membagi pasar aluminium global dengan menutup akses impor bagi Tiongkok sambil memberikan keuntungan akses bagi Inggris, sehingga mengubah alur perdagangan, harga, dan strategi produsen di kedua negara.
Penulis: Ispanji Surya Dewantoro
Sumber: https://www.alcircle.com/news/tariffs-and-trade-shifts-how-us-policy-split-aluminium-markets-in-china-and-the-uk-115123