Investor China Masuk Hilirisasi Bauksit, Penambang Minta Produksi Aluminium Dikendalikan

Investor China Masuk Hilirisasi Bauksit, Penambang Minta Produksi Aluminium Dikendalikan

 

Dilansir melalui Bloomberg Technoz yang diterbitkan pada (14/07/2025). Pelaku usaha bauksit meminta pemerintah untuk tetap menjaga arah dan rencana investasi pembangunan pabrik pemurnian alumina hingga smelter aluminium. Permintaan ini muncul seiring dengan semakin besarnya minat investor asal China dalam pengembangan hilirisasi bauksit di Indonesia.

Ketua Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI), Ronald Sulistyanto, menyampaikan bahwa keberadaan peta jalan smelter sangat penting agar harga komoditas turunan bauksit tetap terjaga dan tidak anjlok akibat produksi yang berlebihan.

“Misalnya kita harus memproduksi berapa [juta ton]. Supaya harga juga tidak rusak, kita menjaga equilibrium lah. Jangan jor-joran,” ujar Ronald saat dihubungi, Senin (14/7/2025), dikutip dari Bloomberg Technoz.

Namun, Ronald menjelaskan bahwa pembangunan smelter bauksit memerlukan biaya yang besar, yaitu sekitar US$1,4 miliar, dengan waktu balik modal atau break even point (BEP) sekitar 12 tahun.

“Kalau smelter nikel itu kan tingkatnya banyak, mau tingkat yang tertinggi ya BEP-nya lama. Tapi kalau tingkat rendah kan cepet misalnya Feronikel dia bikin US$100 juta mungkin dalam waktu 2-3 tahun balik,” katanya.

Di sisi lain, Ronald melihat ketertarikan investor China dalam hilirisasi bauksit hingga aluminium sebagai hal yang positif. Ia menyebut bahwa minat ini dapat menjadi solusi terhadap stagnasi investasi di sektor hilirisasi bauksit selama beberapa tahun terakhir.

“Banyak sekarang yang punya nikel itu semua ingin bangun bauksit. Tapi ada beberapa yang berhenti karena mungkin komoditas nikelnya rugi. Jadi dia tidak lanjutkan,” ucapnya.

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa saat ini terdapat 14 proyek smelter mineral terintegrasi di Indonesia, dengan total investasi sebesar US$8,69 miliar (sekitar Rp144,02 triliun), dan mayoritas berasal dari sektor bauksit.

Dari total proyek tersebut, ada enam smelter bauksit yang sedang berjalan dengan total nilai investasi sebesar US$2,18 miliar.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa terdapat tujuh proyek smelter bauksit yang masih mangkrak karena progres pembangunannya masih di bawah 60 persen.

Beberapa smelter tersebut antara lain milik PT Dinamika Sejahtera Mandiri di Sanggau, Kalimantan Barat; PT Laman Mining di Ketapang, Kalimantan Barat; PT Kalbar Bumi Perkasa di Sanggau, Kalimantan Barat; PT Parenggean Makmur Sejahtera di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah; PT Persada Pratama Cemerlang di Sanggau, Kalimantan Barat; PT Quality Sukses Sejahtera di Pontianak, Kalimantan Barat; dan PT Sumber Bumi Marau di Ketapang, Kalimantan Barat.

“Kalbar Bumi Perkasa yang izinnya dicabut,” ungkap Tri dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (30/4/2025).

Masalah pendanaan masih menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan hilirisasi bauksit. Sejumlah pengusaha mengungkapkan bahwa hingga saat ini, sulit untuk memperoleh pembiayaan dari luar, baik dari pihak perbankan maupun investor. Proyek-proyek smelter bauksit dinilai kurang menarik dari sisi keuntungan.

Mengapa Investor China Tertarik Aluminium Indonesia

Laporan dari Bloomberg News sebelumnya menyebut bahwa sejumlah konglomerat asal China sedang mempercepat investasi di sektor aluminium Indonesia melalui proyek bernilai miliaran dolar AS. Langkah ini disebut sebanding dengan ekspansi besar-besaran di sektor nikel satu dekade lalu.

Akibat pembatasan produksi di China, perusahaan-perusahaan seperti Tsingshan Holding Group milik Xiang Guangda, China Hongqiao Group Ltd., dan Shandong Nanshan Aluminum milik Song Jianbo mulai memfokuskan perhatian pada Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Perusahaan-perusahaan tersebut tengah menggelontorkan investasi besar untuk pembangunan pabrik pemurnian dan smelter baru di Indonesia.

Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan bahwa kapasitas produksi aluminium Indonesia dapat meningkat hingga lima kali lipat pada akhir dekade ini.

“Dalam 5 tahun ke depan, Indonesia akan menjadi pusat gravitasi industri aluminium global,” kata Alan Clark, direktur dari konsultan logam CM Group.

“Menarik sekali membandingkan apa yang terjadi di sektor nikel global dengan yang kini berlangsung di aluminium.”

Masuknya investasi besar dari konglomerat China dalam hilirisasi bauksit dan aluminium disambut positif, sementara pelaku usaha meminta produksi dikendalikan dan arah investasi tetap dijaga agar harga tidak rusak.

 

Penulis: Ispanji Surya Dewantoro

Sumber: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/77140/china-lirik-aluminium-ri-penambang-minta-produksi-dikendalikan

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *