
Industri Aluminium AS Terpuruk akibat Penutupan Pabrik, Kenaikan Tarif, dan Ekspansi Ekspor Kanada
Dilansir melalui Alcircle pada (26/08/2025). Ekspor aluminium Amerika Serikat terus mengalami penurunan signifikan. Selama enam bulan pertama tahun 2025, total ekspor hanya mencapai 562,17 ribu ton, turun dari 804,67 ribu ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tren penurunan ini juga terjadi di tahun-tahun sebelumnya, yaitu 679,20 ribu ton pada paruh pertama 2023 dan 593,52 ribu ton pada periode yang sama tahun 2022, seperti tercantum dalam Ringkasan Komoditas Mineral 2025 yang dirilis oleh Survei Geologi AS.
Pada paruh pertama tahun 2024, negara tujuan utama ekspor aluminium AS adalah Malaysia, Meksiko, Kanada, India, dan Thailand. Namun, pada periode yang sama di tahun 2025, arah ekspor bergeser ke Jepang dengan total ekspor sebesar 66.000 ton untuk paduan aluminium mentah diikuti oleh India, Korea Selatan, Meksiko, dan Vietnam.
Penurunan ekspor ini mencerminkan krisis yang semakin dalam dalam industri aluminium AS, yang disebabkan oleh gabungan beberapa faktor, seperti penutupan pabrik peleburan dan penyulingan, naiknya biaya energi, serta hambatan perdagangan akibat kebijakan tarif yang kompleks.
Pabrik Peleburan Mengalami Kesulitan Operasi
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pabrik peleburan dan pemurnian aluminium di AS telah menghentikan operasi atau mengurangi kapasitas produksi, termasuk fasilitas penting seperti pabrik peleburan New Madrid. Akibatnya, kapasitas produksi aluminium primer nasional berkurang hampir 30 persen.
Penyebab utama kondisi ini adalah meningkatnya biaya listrik, yang merupakan faktor krusial dalam proses peleburan aluminium yang membutuhkan energi dalam jumlah besar. Kenaikan harga listrik, ditambah dengan regulasi lingkungan yang semakin ketat, membuat banyak pabrik tidak lagi mampu beroperasi secara ekonomis.
Saat ini, jumlah pabrik peleburan aluminium primer yang masih beroperasi di AS sangat terbatas, dan sebagian besar tidak berjalan pada kapasitas maksimal. Salah satunya adalah pabrik Mt. Holly milik Century Aluminum yang berlokasi di Carolina Selatan, yang memiliki kapasitas tahunan sekitar 230.000 ton, namun hanya beroperasi pada kapasitas sekitar 75 persen selama tiga tahun terakhir. Pabrik ini belum pernah beroperasi penuh sejak tahun 2015.
Century Aluminum telah mengumumkan rencana investasi sebesar USD 50 juta untuk memulai kembali lebih dari 50.000 ton produksi yang sempat dihentikan di Mt. Holly, dengan target mencapai kapasitas penuh pada 30 Juni 2026. Jika berhasil, langkah ini dapat meningkatkan produksi aluminium domestik sekitar 10 persen dan menciptakan lebih dari 100 lapangan kerja baru.
Sementara itu, pabrik peleburan Hawesville di Kentucky saat ini dalam kondisi tidak beroperasi karena biaya listrik yang terlalu tinggi, dan Century Aluminum sedang mempertimbangkan apakah akan mengaktifkan kembali atau menjual pabrik ini pada akhir September 2025.
Dalam hal pemurnian alumina, Amerika Serikat saat ini hanya memiliki satu fasilitas yang tersisa, yaitu milik Atlantic Alumina Company LLC (Atalco) yang berlokasi di Gramercy, Louisiana. Fasilitas ini menghadapi tekanan tinggi terkait kepatuhan terhadap regulasi lingkungan serta tantangan kebijakan perdagangan, yang mempersempit pasokan alumina domestik.
Kebijakan Tarif Membebani Daya Saing
Kebijakan tarif yang diberlakukan AS awalnya bertujuan untuk melindungi industri aluminium domestik. Tarif sebesar 25 persen ditetapkan, dan pada Juni 2025, tarif ini digandakan menjadi 50 persen oleh pemerintahan Trump. Tujuannya adalah untuk memberikan keuntungan bagi produsen dalam negeri.
Namun kenyataannya, kebijakan tersebut justru menyebabkan kerugian besar. Tarif yang tinggi membuat harga bahan baku utama seperti alumina dan skrap melonjak. Antara Februari hingga Mei 2025, harga aluminium di AS meningkat 139 persen dibandingkan harga di Eropa. Akibatnya, margin keuntungan menyempit.
Dampaknya juga dirasakan oleh industri pengguna aluminium, seperti otomotif dan penerbangan. Biaya produksi meningkat, rantai pasokan terganggu, dan proses produksi melambat. Beberapa produsen bahkan mulai beralih ke material lain.
Jaringan tarif yang diterapkan sangat luas, mencakup lebih dari 400 produk, termasuk suku cadang mobil dan peralatan rumah tangga. Kanada, yang sebelumnya menjadi pemasok tetap, kini lebih memilih mengekspor produknya ke Eropa dan Asia daripada menghadapi hambatan tarif dari AS.
Kanada Ambil Kesempatan
Ketika industri aluminium AS kesulitan bertahan, Kanada justru mencatat pertumbuhan ekspor. Pada tahun 2024, ekspor aluminium Kanada meningkat 2,6 persen, dengan total pengiriman ke AS mencapai 2,7 juta ton jumlah ini memenuhi lebih dari separuh kebutuhan aluminium Amerika Serikat dan bernilai sekitar USD 11,6 miliar. Rio Tinto sendiri mengirimkan sekitar 723.000 ton aluminium primer ke AS, yang merupakan hampir tiga perempat dari total produksi perusahaan tersebut di Kanada.
Kunci keberhasilan Kanada adalah pemanfaatan tenaga air sumber energi yang murah, melimpah, dan ramah lingkungan. Tenaga air menjaga biaya produksi tetap rendah dan sesuai dengan standar keberlanjutan yang diinginkan konsumen.
Untuk mengurangi dampak dari tarif AS, Kanada juga melakukan diversifikasi pasar ekspor, dengan mengalihkan sebagian pengiriman ke Eropa dan Asia. Selain Amerika Serikat yang menyumbang sekitar CAD 15,7 miliar dalam ekspor aluminium, Kanada juga memasok ke Meksiko (CAD 520 juta), Belanda (CAD 211 juta), Italia (CAD 109 juta), dan Malaysia (CAD 61 juta), serta ke pasar negara berkembang seperti Inggris dan Hong Kong. Strategi ini memperkuat posisi Kanada sebagai pemasok aluminium berkelanjutan utama untuk pasar Amerika Utara dan global.
Industri Aluminium AS dalam Posisi Kritis
Saat ini, industri aluminium AS berada di titik kritis. Penutupan fasilitas, tingginya biaya, serta kebijakan yang seharusnya membantu justru menjadi hambatan besar. Di saat yang sama, Kanada mempertahankan posisinya sebagai pemasok utama untuk pasar Amerika Utara dan internasional.
Bagi Amerika Serikat, pilihan yang ada sudah jelas: perlunya pasokan listrik yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan, peningkatan teknologi produksi, dan pengawasan yang lebih baik terhadap kebijakan perdagangan. Tanpa perubahan nyata, kesenjangan dengan Kanada tidak hanya akan terus ada, tetapi juga akan semakin melebar.
Industri aluminium AS kini berada dalam tekanan berat akibat penurunan ekspor, penutupan pabrik, lonjakan biaya energi, dan kebijakan tarif yang merugikan, sementara Kanada terus memperkuat dominasinya melalui efisiensi energi dan strategi ekspor yang terdiversifikasi.
Penulis: Ispanji Surya Dewantoro
Sumber: https://www.alcircle.com/news/us-aluminium-faces-shutdowns-and-tariff-pressures-as-canada-expands-exports-115227?srsltid=AfmBOorpjoqsHR7lxbEIttoRUk6B_PQKOBcCbNNM0qABiXFkqUim0yI5
