Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) menyatakan bahwa meskipun kebijakan hilirisasi telah mendorong pertumbuhan smelter alumina di dalam negeri, implementasi di lapangan masih menghadapi hambatan serius. Salah satu persoalan utama adalah belum dipatuhinya Harga Patokan Mineral (HPM) oleh sejumlah smelter, khususnya yang dimiliki investor asing asal Tiongkok.
Ketua Umum ABI, Ronald Sulistyanto, menyebut bahwa banyak penambang bauksit lokal terpaksa menghentikan produksi karena harga beli yang ditawarkan oleh smelter tidak sesuai dengan HPM yang ditetapkan pemerintah.
“Tercatat di kami, dari 69 pengusaha tambang, sekarang hanya sekitar 15 sampai dengan 20 pengusaha saja yang masih berproduksi,” ujar Ronald (KONTAN, 4 Mei 2025).
Penurunan Produksi dan Efek Sosial
Sejak diberlakukannya larangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023, produksi nasional menurun tajam. Dari 31,8 juta ton pada 2022, turun menjadi 19,8 juta ton pada 2023, dan kembali menurun menjadi 16,8 juta ton pada 2024.
Ronald menjelaskan, hanya tambang berskala besar yang masih mampu bertahan. Sisanya memilih berhenti operasi agar tidak menambah kerugian, meski tetap harus memenuhi kewajiban seperti pajak, CSR, dan jaminan reklamasi.
“Selebihnya hanya bertahan hidup agar mesin produksinya gak karatan, supaya juga tidak merumahkan karyawannya.”
“Aktivitas ekonomi menurun drastis, ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian, sementara kewajiban para pemegang izin usaha pertambangan tetap harus dijalankan.”
Smelter Asing Belum Terapkan HPM
Sebagian besar smelter bauksit di Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing, terutama dari Tiongkok. Menurut ABI, hampir seluruh smelter asing belum menjalankan transaksi pembelian bijih sesuai harga HPM.
“Semua (smelter) China. Hampir semua belum menerapkan HPM,” ungkap Ronald.
Hanya beberapa smelter, seperti PT Well Harvest Winning (WHW) yang sedikit mendekati ketentuan HPM.
“Ada yang memberikan kelonggaran sedikit contohnya WHW, yang lain rasanya, harga masih di bawah HPM.”
Dampak Sistemik dan Kebutuhan Penegakan Regulasi
Ketidakpatuhan terhadap HPM ini dinilai berisiko besar terhadap rantai pasok industri hilir alumina. ABI menilai, jika tambang tidak diberi harga jual yang layak, maka pasokan bahan baku akan terganggu dan berpotensi mengancam keberlangsungan industri nasional.
“Pengolahan & pemurnian (smelter) tidak akan bisa berjalan tanpa bahan baku yang stabil. Penambang adalah mitra utama dalam mata rantai industri alumina secara nasional.”
Ronald menegaskan perlunya peran pemerintah untuk melakukan pengawasan dan menegakkan aturan HPM secara konsisten.
“Regulasi untuk itu (HPM) lemah.”
“HPM harus dijadikan dasar dalam transaksi penjualan bauksit, dan pemerintah harus hadir sebagai wasit yang tegas dan adil.”
Hilangkan Wacana Relaksasi Ekspor
ABI juga menolak segala bentuk wacana relaksasi ekspor sebagai solusi atas ketidakseimbangan di sektor ini. Menurut Ronald, hilirisasi harus dijalankan secara konsisten dan tidak hanya menguntungkan perusahaan besar saja.
“Wacana-wacana baru terkait kebijakan ekspor atau kelonggaran lainnya sebaiknya tidak dijadikan pilihan.”
“Roadmap hilirisasi harus dijalankan secara konsisten, bukan hanya untuk kepentingan segelintir perusahaan besar.”
Penulis: Putri Salsabila Irawan
Sumber: https://www.bangsaonline.com/berita/146572/hilirisasi-bauksit-harus-sejalan-dengan-penegakan-hpm