FTA India-Inggris Dorong Ekspor Aluminium, Namun CBAM Ancam Kurangi Keuntungannya
Dilansir melalui Alcircle yang diterbitkan pada (27/08/2025). Perjanjian perdagangan bebas antara India dan Inggris diprediksi akan memberikan dorongan besar bagi eksportir aluminium India dengan dihapuskannya bea masuk. Namun, penerapan Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (CBAM) oleh Inggris mulai Januari 2027 bisa menjadi tantangan besar, karena dapat mengurangi sebagian besar keuntungan yang diperoleh dari perjanjian tersebut.
Peran FTA dalam Meningkatkan Ekspor Aluminium
Melalui FTA ini, tarif impor produk aluminium ke Inggris yang sebelumnya berkisar antara 2 persen hingga 10 persen akan dihapuskan. Pelaku industri berharap penghapusan tarif ini akan meningkatkan daya saing aluminium India di pasar Inggris.
CEO Vedanta Aluminium, Rajiv Kumar, menyatakan, “Dengan adanya FTA ini, industri aluminium bertujuan untuk melipatgandakan ekspornya ke Inggris pada tahun 2030, dari 21 kiloton per tahun (KTPA) saat ini, senilai USD 93 juta, menjadi sekitar 65 KTPA, senilai sekitar USD 220 juta.”, dikutip dari Alcircle.
Ia menambahkan bahwa akses bebas bea akan meningkatkan daya tarik produk aluminium India di berbagai sektor berpotensi tinggi. “Mengingat portofolio konsumsi aluminium Inggris yang beragam, produsen India berada di posisi yang tepat untuk memanfaatkan konstruksi, komponen otomotif, kemasan makanan dan minuman, serta infrastruktur energi terbarukan, terutama transmisi listrik.”.
CBAM Berpotensi Menghapus Manfaat FTA
Meskipun FTA membawa keuntungan dari sisi tarif, kebijakan CBAM yang akan mulai berlaku pada Januari 2027 bisa meniadakan manfaat tersebut. Berdasarkan aturan CBAM, eksportir ke Inggris akan dikenakan bea karbon sesuai dengan tingkat emisi karbon dalam proses produksi.
Menurut Kumar, beban biaya karbon bisa melebihi 50 persen, yang akan membuat ekspor dari produsen dengan tingkat emisi tinggi menjadi tidak ekonomis, serta bisa mengimbangi keuntungan dari penghapusan tarif FTA.
Para analis memperkirakan tarif CBAM akan berkisar antara 14 persen hingga 35 persen, yang setara dengan sekitar USD 150 per ton emisi CO₂.
Perdagangan Aluminium antara India dan Inggris Terus Tumbuh
Perdagangan aluminium India dengan Inggris mengalami pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir, seiring meningkatnya permintaan dan fokus pada keberlanjutan. Berdasarkan data UN COMTRADE, impor dari Inggris bernilai sekitar USD 55–60 juta pada tahun 2022, dengan komoditas utama berupa aluminium mentah, batangan, logam batangan, barang rumah tangga, dan skrap.
Pada 2023, nilai impor naik menjadi sekitar USD 60–62 juta, dipengaruhi oleh peningkatan volume logam bekas. Tren ini berlanjut di 2024, dengan nilai impor mencapai USD 64,76 juta. Lonjakan terbesar terjadi pada kuartal pertama tahun 2025, ketika pengiriman impor logam bekas ke India meningkat 27,37 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai 37.302 ton. Hal ini mencerminkan fokus India pada daur ulang dan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan.
Ekspor India juga mengalami peningkatan serupa. Pada 2024, nilai pengiriman aluminium India ke Inggris mencapai sekitar USD 94,83 juta, naik dari sekitar USD 85–90 juta pada tahun-tahun sebelumnya. Produk yang diekspor mencakup aluminium mentah, ingot, batangan, peralatan dapur, perlengkapan saniter, kawat pilin, kabel, foil, dan pelat.
Kolaborasi dalam R&D dan Keberlanjutan
FTA juga diharapkan dapat mendorong kolaborasi dalam bidang riset dan pengembangan, terutama dalam pemanfaatan produk sampingan aluminium.
Mitra Deloitte, Rajib Maitra, mengatakan, “Lumpur merah, produk sampingan dari pengolahan alumina, mengandung mineral penting seperti galium, titanium, dan vanadium. India memproduksi sekitar 9 juta ton lumpur merah setiap tahunnya. Limbah aluminium juga menawarkan potensi untuk daur ulang dan ekstraksi mineral penting.”
Para pakar menilai bahwa intervensi kebijakan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan potensi FTA secara maksimal.
“Aluminium dapat diberikan status sektor inti, mekanisme penetapan harga dan perdagangan karbon domestik dapat diterapkan agar selaras dengan kepatuhan CBAM, dan insentif keuangan, beserta peningkatan teknologi, dapat diperluas ke usaha mikro, menengah, dan kecil di hilir aluminium,” saran Maitra.
Ia juga mendorong penerapan sertifikasi aluminium hijau untuk mendukung produksi rendah karbon dan menjaga daya saing produk di pasar global.
FTA Menjanjikan, Tapi CBAM Bisa Membalikkan Keuntungan
FTA antara India dan Inggris mencakup sektor barang, jasa, dan investasi, dengan rencana penghapusan tarif terhadap hampir 99 persen ekspor India ke Inggris. Perjanjian ini diharapkan dapat membuka akses pasar yang lebih besar untuk produk tekstil, barang teknik, dan hasil perikanan India. Bagi Inggris, perjanjian ini memberikan peluang ekspansi ke pasar konsumen India yang terus tumbuh.
Namun, untuk industri aluminium, keberhasilan FTA akan sangat bergantung pada seberapa cepat dan efektif India dapat mengatasi tantangan karbon. Tanpa sistem harga karbon domestik yang kuat dan sertifikasi hijau, CBAM berpotensi membalikkan keuntungan yang diharapkan dari perjanjian ini menjadi beban ekonomi yang signifikan.
FTA India-Inggris membuka peluang besar bagi pertumbuhan ekspor aluminium India melalui penghapusan tarif, namun manfaat tersebut berisiko tergerus oleh penerapan CBAM pada 2027, sehingga keberhasilan jangka panjang akan sangat ditentukan oleh kesiapan India dalam menghadapi tantangan karbon dan memperkuat keberlanjutan industrinya.
Penulis: Ispanji Surya Dewantoro
Sumber: https://www.alcircle.com/news/india-uk-fta-sparks-aluminium-growth-but-cbam-threatens-to-reverse-it-115248