Asosiasi Bauksit Indonesia Surati Menteri ESDM, Kritik Perubahan Aturan HPM
Dilansir melalui Kontan yang diterbitkan pada (9/9/2025). Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) menyampaikan surat resmi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyusul pencabutan Keputusan Menteri ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Harga Patokan Mineral (HPM).
Ketua ABI, Ronald Sulistyanto, menilai bahwa pencabutan Kepmen tersebut berdampak merugikan bagi para penambang. Pasalnya, industri pengolahan dan pemurnian (refinery) bauksit kini diizinkan membeli bijih dari penambang dengan harga di bawah HPM. Sementara itu, kewajiban pembayaran pajak dan royalti tetap harus dihitung berdasarkan HPM.
“Seharusnya HPM itu tetap dipertahankan, jangan dikeluarkan aturan baru lagi. Ketidakadilan disini, kalau boleh (dijual) di bawah HPM, refinery banyak yang mengajukan di bawah (HPM),” kata Ronald kepada Kontan, Selasa (9/9/2025), dikutip dari Kontan.
Ronald menjelaskan bahwa jumlah pabrik refinery saat ini jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah penambang. Hal ini membuat posisi tawar penambang lemah di hadapan industri pengolahan.
“Dia (refinery) pasti merevisi kontrak, karena diperbolehkan beli di bawah (HPM),” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah tonase yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) seringkali melebihi kebutuhan aktual. Akibatnya, penambang terpaksa menjual bauksit dengan harga murah agar tetap terserap pasar.
“Akhirnya, daripada tidak ada yang beli. Ya sudah, dijual dengan harga rendah,” jelas Ronald.
Dalam suratnya, ABI memberikan tanggapan atas terbitnya Keputusan Menteri ESDM No. 268.K/MB.01/MEM.B/2025, tertanggal 8 Agustus 2025, mengenai Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral dan Batu Bara. Dalam surat tersebut, ABI menyampaikan sejumlah poin penting:
- Peraturan baru menyulitkan penambang untuk mendapatkan harga jual bauksit yang layak secara ekonomi, sehingga mengurangi kemampuan finansial perusahaan dalam menjalankan kegiatan pertambangan yang sehat.
- Menghambat kemampuan pendanaan untuk penerapan praktik pertambangan yang baik (good mining practice), termasuk kewajiban reklamasi, pengelolaan lingkungan, dan program tanggung jawab sosial perusahaan.
- Menimbulkan ketidakadilan dalam tata niaga bauksit, karena penambang tetap membayar royalti sesuai HPM meskipun menjual di bawah HPM. Ini mengurangi keuntungan penambang, sementara industri refinery diuntungkan karena dapat menekan biaya produksi.
- Berpotensi menimbulkan kerugian negara dari sisi penerimaan PPh badan perusahaan tambang, terganggunya praktik pertambangan yang baik, dan kemungkinan terhentinya aktivitas tambang yang dapat menurunkan penerimaan negara.
Menyikapi kondisi ini, ABI meminta agar Menteri ESDM dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara segera mengambil langkah nyata untuk memastikan pelaksanaan HPM bauksit tetap dijalankan.
ABI juga menegaskan bahwa HPM seharusnya menjadi batas harga terendah dalam tata niaga bauksit antara penambang dan industri pemurnian.
“Demi tercapainya hilirisasi Bauksit yang spesifik dan tidak dapat dipersamakan dengan komoditas mineral lainnya,” tulis ABI dalam surat tersebut.
ABI menegaskan bahwa perubahan aturan HPM dinilai merugikan penambang, menciptakan ketidakadilan dalam tata niaga bauksit, serta berpotensi menghambat keberlanjutan praktik pertambangan, sehingga meminta Menteri ESDM dan Ditjen Minerba untuk memastikan HPM tetap menjadi batas harga terendah dalam perdagangan bauksit.
Penulis: Ispanji Surya Dewantoro
Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/asosiasi-bauksit-surati-menteri-bahlil-kritik-perubahan-harga-patokan-mineral