ABI Surati Bahlil, Minta Transaksi Bauksit Tetap Gunakan HPM

ABI Surati Bahlil, Minta Transaksi Bauksit Tetap Gunakan HPM

 

Dilansir melalui Bloomberg Technoz pada (9/9/2025). Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI) mengirimkan surat keberatan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, menyusul pencabutan kewajiban penggunaan harga patokan mineral (HPM) sebagai acuan transaksi antara penambang dan smelter.

Surat bernomor 001/SP/ABI/ESDM/IX/2025 tersebut ditandatangani oleh Ketua Umum ABI, Ronald Sulisyanto, dan diterbitkan pada Senin (8/9/2025).

Dalam surat itu, Ronald meminta agar transaksi bauksit tetap merujuk pada kebijakan sebelumnya yang mengacu pada HPM.

“Perkenankan kami menyampaikan keprihatinan atas dibukanya ruang bagi penjualan mineral dengan harga di bawah HPM,” tulis Ronald dalam surat yang dilihat Bloomberg Technoz.

Sebelumnya, Bahlil mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara, yang diteken pada 8 Agustus 2025.

Aturan baru ini mencabut Keputusan Menteri ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 yang ditetapkan pada 24 Februari 2025, di mana HPM dijadikan sebagai acuan transaksi penjualan mineral.

Meski demikian, HPM tetap digunakan sebagai dasar penghitungan pajak dan iuran produksi.

Ronald menyampaikan bahwa pasar bauksit dalam negeri mengalami kelebihan pasokan dibanding permintaan, yang dinilai dapat merugikan penambang.

Ia menjelaskan bahwa kondisi ini menyebabkan penambang kesulitan memperoleh harga jual yang layak, menghambat pendanaan untuk penerapan praktik pertambangan yang baik, menimbulkan ketidakadilan dalam tata niaga bauksit, serta mengurangi penerimaan negara.

Ronald menambahkan bahwa penambang bauksit tetap harus membayar royalti berdasarkan HPM, sementara harga jual berpotensi ditekan dari sisi penawaran oleh pabrikan alumina.

Oleh karena itu, ia meminta agar Bahlil memastikan bahwa HPM tetap menjadi acuan transaksi antara penambang dan pabrikan alumina.

“Untuk tetap menjadikan HPM sebagai batas terendah harga jual sebagai prinsip utama dalam tata niaga mineral bauksit tersebut,” kata dia, dikutip dari Bloomberg Technoz.

Masalah serupa juga dialami oleh penambang bijih nikel setelah diberlakukannya aturan baru yang melonggarkan kewajiban penggunaan HPM.

Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai bahwa perubahan aturan mengenai HPM dalam transaksi penjualan mineral logam bisa berdampak negatif terhadap penambang kecil yang berpotensi tidak mampu bertahan.

“Penambang kecil yang biaya produksinya tinggi bisa tidak bertahan. Bisa mendorong konsolidasi tambang ke pemain besar atau integrasi dengan smelter,” kata Anggota Dewan Penasehat Pertambangan APNI, Djoko Widajatno saat dihubungi, Rabu (27/8/2025).

Sebelum aturan baru ini berlaku, penjualan mineral seperti nikel, bauksit, dan tembaga wajib mengacu pada HPM sebagai harga dasar.

Namun, setelah diterbitkannya Kepmen 268/2025, penjualan mineral logam dapat dilakukan di bawah HPM atau berdasarkan mekanisme pasar/negosiasi. Meskipun demikian, perhitungan royalti dan PNBP tetap menggunakan HPM.

Penetapan harga mineral acuan dilakukan setiap tanggal 1 dan 15 dalam bulan berjalan.

ABI menyatakan keberatan atas dicabutnya kewajiban penggunaan HPM sebagai acuan transaksi penjualan bauksit dan meminta agar HPM tetap dijadikan batas terendah harga jual, mengingat potensi kerugian bagi penambang, ketidakadilan tata niaga, serta dampaknya terhadap penerimaan negara, masalah serupa juga dikeluhkan oleh penambang nikel pasca terbitnya Kepmen ESDM 268/2025.

 

Penulis: Ispanji Surya Dewantoro

Sumber: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/83288/penambang-bauksit-bersurat-ke-bahlil-minta-transaksi-pakai-hpm

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *