Ekspansi Alumina Indonesia Beri Tekanan pada Produsen Australia

Ekspansi Alumina Indonesia Beri Tekanan pada Produsen Australia

 

 

Dilansir melalui Alcircle yang diterbitkan pada (28/08/2025). Larangan ekspor bauksit oleh Indonesia pada 2023 telah mengubah jalur pasokan alumina global. Dalam kurun satu tahun, Indonesia beralih dari pengekspor bijih mentah menjadi pengekspor alumina neto pada 2024, perubahan yang kini menimbulkan kekhawatiran bagi produsen lama seperti Australia dan Brasil.

Analis memperkirakan Indonesia dapat meningkatkan kapasitas produksi hingga belasan juta ton pada 2027. Jika realisasi tercapai, pasar alumina yang saat ini ketat bisa berubah menjadi surplus dalam dua tahun mendatang.

Dari Bijih ke Alumina

Sebelum kebijakan larangan, mayoritas bauksit Indonesia diekspor ke Tiongkok. Kini, bijih tersebut dimanfaatkan untuk memasok kilang-kilang baru di dalam negeri. Dampaknya, kargo alumina dari Indonesia meningkat sementara pengiriman bauksit mentah berkurang.

Lokasi Indonesia yang dekat dengan Tiongkok, produsen aluminium terbesar di dunia, memberi keuntungan biaya serta waktu pengiriman dibandingkan pasokan dari Australia maupun kawasan Atlantik. Kebijakan pemerintah juga menciptakan pasar terikat, di mana penambang tidak dapat mengekspor bijih dan harus memasok ke kilang lokal. Integrasi ini melindungi proyek dari gejolak harga bauksit global dan mempercepat pertumbuhan industri.

Apakah South32 dalam Tekanan?

South32 Australia yang mengelola kilang Worsley Alumina di Australia Barat salah satu kilang terbesar di luar Tiongkok pada 2025 mencatat lonjakan laba tahunan 75 persen, sebagian ditopang harga alumina yang tinggi. Namun, ekspansi Indonesia berpotensi mengikis kekuatan tersebut.

South32 menghadapi tantangan berupa biaya listrik yang lebih mahal, aturan lingkungan lebih ketat terkait limbah dan emisi, serta infrastruktur lama yang kalah efisien dibanding fasilitas baru di Indonesia.

CEO Graham Kerr menegaskan, “Alumina bukanlah nikel,” sambil menjelaskan bahwa pemurnian melibatkan limbah lumpur merah dan infrastruktur berat. Ia memperingatkan tantangan ini dapat memperlambat pertumbuhan Indonesia, tetapi juga mengakui skala proyek baru menjadi faktor serius bagi pasar.

Jika ekspansi berlanjut, produsen Australia kemungkinan harus memangkas harga bagi pembeli Asia atau mengalihkan penjualan ke pasar yang lebih jauh. Kedua opsi ini akan berpengaruh pada margin keuntungan.

Harga dan Pasar

Saat ini pasar alumina masih tergolong ketat, namun analis memperkirakan kondisi akan berubah. Dengan semakin banyaknya pembangunan kilang di Indonesia, pasokan global bisa melampaui permintaan pada 2026–2027, sehingga harga berpotensi menurun.

Kesenjangan harga antarwilayah juga dapat terjadi. Pabrik peleburan Tiongkok bisa mendapatkan alumina lebih murah dari Indonesia, sementara pemasok Australia dan Brasil harus memberi diskon untuk mempertahankan pangsa pasar.

Beberapa kilang lama telah mengalami pemadaman atau penutupan dalam beberapa tahun terakhir, dan hal serupa mungkin terjadi pada kilang lainnya jika produksi Indonesia tumbuh sesuai prediksi.

Meski pertumbuhannya cepat, Indonesia tetap menghadapi hambatan. Pemurnian alumina membutuhkan biaya besar serta kompleks secara teknis. Pembangunan kilang menelan biaya miliaran dolar dan bertahun-tahun, disertai produksi limbah lumpur merah dalam jumlah besar yang berbahaya dan memerlukan penanganan khusus. Ketersediaan listrik, air, serta logistik yang andal juga menjadi tantangan dan sulit ditingkatkan dengan cepat.

Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak serta merta akan menyerupai lonjakan nikel. Namun, proyek seperti rencana kilang SPIC berkapasitas 1,2 juta ton pada 2027 menegaskan keseriusan Indonesia dengan ambisi jangka panjang.

Pandangan

Kehadiran Indonesia memaksa industri aluminium global untuk menyesuaikan strategi. Bagi South32 dan produsen lainnya, tantangannya jelas: memangkas biaya, meningkatkan efisiensi, dan mengamankan pelanggan sebelum pasokan Indonesia yang lebih murah membanjiri pasar.

Indonesia yang bertransformasi menjadi pengekspor alumina neto dengan ekspansi kilang dalam negeri memberikan tekanan besar bagi produsen tradisional seperti Australia, karena berpotensi mengubah pasar global dari kondisi ketat menjadi surplus dan memaksa mereka menyesuaikan strategi agar tetap bertahan.

 

Penulis: Ispanji Surya Dewantoro

Sumber: https://www.alcircle.com/news/indonesias-alumina-surge-puts-heat-on-australias-south32-115271

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *